Beritacom, Medan – Ketua Umum Himpunan Masyarakat Tani Nusantara – Merah Putih (HMTN-MP), Asril Naska, menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) yang dinilai telah mengabaikan aspirasi substantif masyarakat petani Desa Kosik Putih, Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), terkait konflik lahan seluas ±20.000 hektare yang telah dikelola secara swadaya sejak awal dekade 1990-an.
Lahan yang secara historis digarap oleh masyarakat setempat tersebut kini diklaim sebagai aset milik salah satu korporasi swasta dalam industri perkebunan kelapa sawit. Dugaan kuat juga mengarah pada keterlibatan unsur pemerintahan dalam proses alih kelola yang dilaksanakan tanpa pelibatan partisipatif masyarakat sebagai subjek utama kepemilikan historis.
Sebagai bagian dari upaya advokasi struktural, Ketua Umum HMTN-MP bersama jajaran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan DPW Sumatera Utara telah melayangkan surat permohonan audiensi resmi kepada Gubernur Sumatera Utara melalui surat bernomor 21/SP/DPP/HMTN-MP/Permohonan Audiensi/11/2025. Surat tersebut memuat tiga agenda pokok, yakni:
1. Pemaparan program kerja HMTN-MP dalam mendukung pembangunan pertanian berbasis kerakyatan di Sumut;
2. Penjajakan kerja sama kelembagaan antara HMTN-MP dan Pemprov;
3. Penguatan sinergi dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan daerah.
Namun, agenda tersebut tidak memperoleh respons administratif maupun substantif. Bahkan, dalam kunjungan langsung ke Kantor Gubernur, tidak seorang pun pejabat atau staf bersedia menerima delegasi HMTN-MP, sehingga aspirasi rakyat secara de facto ditolak secara institusional.
Asril menegaskan bahwa HMTN-MP bukanlah entitas massa biasa, melainkan organisasi berbasis pergerakan agraria yang memperjuangkan hak konstitusional petani melalui pendekatan advokasi hukum, pendidikan komunitas, dan pembaruan kebijakan berbasis bukti (*evidence-based policy reform*). Penolakan audiensi, menurutnya, merupakan refleksi dari ketertutupan birokrasi terhadap ruang dialog publik yang demokratis.
“Kami membawa aspirasi dan solusi, bukan agitasi. Tapi jika saluran formal disumbat, kami akan eskalasi ke tingkat nasional melalui konfirmasi, verifikasi, validasi terbuka, serta konsolidasi lintas wilayah,” ungkap Asril.
Di sisi lain, Ketua DPW HMTN-MP Sumut, Dr. P. Sihotang, SE, M.Si, menilai konflik ini sebagai manifestasi krisis agraria yang bersifat struktural dan sistemik. Ia menyayangkan sikap negara yang terkesan abai dan permisif terhadap praktik akumulasi kapital oleh korporasi dengan mengorbankan hak-hak komunitas agraris.
“Negara tidak seharusnya menjadi penonton dalam konflik agraria, apalagi jika rakyat yang telah mengelola lahan selama puluhan tahun justru dikalahkan oleh kekuatan modal,” ujarnya.
Sebagai penutup, HMTN-MP menyampaikan peringatan tegas agar Pemprov Sumut tidak mengabaikan atau membungkam aspirasi petani yang diperjuangkan secara konstitusional. Pengabaian terhadap aspirasi agraris rakyat, dalam konteks ketimpangan struktural, hanya akan memperlebar kesenjangan kepercayaan publik terhadap institusi negara. (Oky)
Tinggalkan Balasan